Monday, March 14, 2016

Aroma rindu tertiup desir angin malam

image



Seperti biasanya, aku menghabiskan malam ini dengan duduk di bangku taman kota, melihat jejak-jejak dua insan yang riuh menapak bahagia.
Berawal dari teriakan kecil dan sedikit loncatan kegirangan, mereka saling bersua, mengalamatkan rindu yang telah disiapkan berjam-jam lalu di depan meja rias. Tanpa ragu pelukan pun terlepas diikuti debat kecil mengenai tempat terbaik untuk bersaksi, menjadi persinggahan terhebat untuk menumpahkan cinta dari hati. Bagiku tentang perasaan, jarang kita bisa melupakan. Baiknya bersyukur saja, hentikan membandingkan saat telah ada yang menggantikan. Cinta membuat kita mengerti, ada bahagia sebelum patah hati, Aku menyukaimu. Tak perlu kau balas perasaan sama, asal kau tetap di dekatku, aku bahagia.


Sementara cinta dan rindu berpesta pora, biarkan aku menenggelamkan diri pada genangan lara.
Sebab mengenangmu adalah hal yang aku sebut cinta, dan rindu tak ubahnya pelancar luka yang manisnya paling terasa. Cinta membuat kita lebih peka. Cinta juga mengajari betapa perasaan mengalahkan logika, menutup nalar untuk sesuatu yang belum jelas tergambar. Kita adalah penikmat khawatir paling juara. Tak peduli atas segala risau penolakan, kita melaju menembus pijar bintang menyampaikan doa-doa sederhana.
Berbicara tentang rindu selalu menyenangkan. Betapa kita bisa bebas membahas dia yang belum menjadi milik kita kemana saja, ke siapa saja, tanpa perlu meminta izin pada hati yang belum kita taklukan. Sesuka hati dan tiba-tiba merasuk ke setiap hari tanpa permisi.
Yaa...masih di sudut bangku taman ini, aku merayakan kesendirian bersama sepi dan desir angin malam dibawah terik malam bernaung diantara pijar temaram lampu taman. Kita adalah sejujurnya kisah. Tinggal memilih baik-buruknya untuk diceritakan, atau ditutup segera untuk diingat sebagai kenangan.
Kemesraan yang bertebaran adalah ranjau paling mematikan. Jika tak cukup nyali, urungkan niatmu untuk mengarungi kelam malam sendiri. Bahagia tak hanya milik dua insan yang beradu manja saling berbagi kabar adakalanya sendiri menikmati dingin malam bersama rintihan semilir angin mengoyak dedaunan di sudut taman penggembira hati-hati yang terkungkung delusi. Tak ada yang salah dengan cinta hanya ego yang menjadikannya kini tiada, pernah aku memintamu dengan ramah namun kau memilih Dia yang menjanjikanmu rumah. Tak apa kau pilih Dia, namun kini kepada siapa harus ku alamatkan segala rasa ini?? Hatiku serupa tanah gersang, rindu yang menyuburkan. Atas engkau yang menancap begitu dalam, benih cinta bertunas luka.
Terima kasih kaum patah hati yang menghamba kata dan cinta, atas kesediaan kalian mengunjungiku disini, beberapa kata yang terlahir disini sebagian saya sadur dari sajaknya Wiranagara semoga kalian terhibur walau perihnya sakit hati masih menghujam relung kalbu. Selamat malam berbahagialah karna bahagia muara atas segala rasa penuh cinta dan berharaplah......kelak nanti kalian akan temukan seorang dara yang mampu redakan lara, meretas gundah dan selalu rela menanti celotehmu memberi pelukan hangat serta beberapa kecup mesra sembari menikmati terik malam bertabur bintang dalam temaram cahaya rembulan. Terima kasih.

No comments:

Post a Comment